4 Bulan haram:
(1) Dzulqo’dah
(2) Dzulhijjah
(3) Muharram
(4) RajabMakna bulan haram:
1) Diharamkan berbagai pembunuhan.
2) Larangan berbuat haram lebih ditekankan, sangat baik untuk melakukan ketaatan.Ibnu ’Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207).
Beberapa poin terkait amalan khusus di Bulan Rajab:
1) Tidak ada salat maupun puasa yang dikhususkan pada Bulan Rajab, termasuk Salat Raghaib. Hadits yang menerangkan tata cara Salat Raghaib dan keutamaannya adalah hadits palsu. Hadits yang menerangkan puasa khusus di Bulan Rajab seluruhnya lemah, bahkan palsu.
2) Para ulama berselisih pendapat tentang kapan terjadinya Isra’ Mi’raj. Para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu. Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya.
3) Hadits tentang doa”Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballighnaa Romadhon” adalah hadits yang lemah.
—
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu Bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik Bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? In syaa Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.
Bulan Rajab Termasuk Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara Bulan Jumadil Akhir dan Bulan Sya’ban. Bulan Rajab termasuk bulan haram, sebagaimana Bulan Muharram, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (H.R. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).
Jadi, empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36).
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214).
Ibnu ’Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207).
Mengkhususkan Salat Tertentu dan Salat Raghaib di Bulan Rajab
Tidak ada satu salat pun yang dikhususkan pada Bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan Salat Raghaib pada bulan tersebut. Hadits yang menerangkan tata cara Salat Raghaib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi rahimahullah meriwayatkan hadits ini dalam Al Maudhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).
Ath Thurthusi rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan salat ini. Salat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ’anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242).
Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
”Adapun mengkhususkan Bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin.
Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di Bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari Bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan Bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di Bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.” (Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291).
Ringkasnya, berpuasa penuh di Bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga poin berikut:
- Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
- Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
- Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236).
Perayaan Isra’ Mi’raj
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isra’ Mi’raj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isra’ Mi’raj betul terjadi pada Bulan Rajab?
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat tentang kapan terjadinya Isra’ Mi’raj. Ada ulama yang mengatakan pada Bulan Rajab, ada pula yang mengatakan pada Bulan Ramadhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isra’ Mi’raj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54).
Abu Syamah rahimahullah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi di Bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perawi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274).
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isra’ Mi’raj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, ”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isra’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54).
Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,
Ibnul Haaj rahimahullah mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunannya yang diada-adakan di Bulan Rajab adalah perayaan malam Isra’ Mi’raj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275).
Catatan penting:
Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, ”Ketika tiba Bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa mengucapkan,
”Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballighnaa Romadhon (Ya Allah, berkahilah kami di Bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan Bulan Ramadhan).”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ’Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dha’if) karena di dalamnya ada perawi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqad. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dha’if. Hadits ini dikatakan dha’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad.
Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di Bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Ditulis oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc., disarikan ulang dari artikel Buletin At-Tauhid tahun 1430 H.